Sunday, November 26, 2017

Cina Pribumi

Emangnya Kenapa Kalau Kapitalis, Pak?

oleh: Henz

Perkuliahan pagi itu agak membuatku naik pitam gegara dosenku yang kelihatannya baru belajar Marxisme berkata bahwa etnis Tiongkok lebih dipreoritaskan haknya di Surabaya. Melihatnya menyampaikan materi kuliah agak berbau SARA tersebut, aku jadi teringat diriku dulu waktu masih maba, baru tahu komunis gegara dipinjami Aldo buku Manifestasi Kumunis tapi sudah berani tidak akan pakai sepidol sebab ia merupakan lambang hedonis.

"Sebetulnya, Surabaya ini untuk siapa sih?" Katanya membuka perkuliahan pagi itu.

Wih-wih kok hook upnya berasa tak enak ya? Batinku. Mirip-mirip seperti "Eh cuy tau nggak loe tu sebenarnya selama ini dibodoh-bodohi?" Kata Encing Yusuf dengan dialek khas betawi.

"Kalau boleh kita sebut etnis, ya?" Ia melanjutkan.
"Cina." Sambung salah salah satu temanku sekelas.

Intinya adalah si dosen muda itu ingin membuat beberapa premis keberpihakannya terhadap salah satu dari dua hal yang sengaja dibuatnya kontradiktif which is Cina vs Pribumi. Ia masih membuat sebuah persepsi bahwa kesialan, ketidakadilan, kesenjangan yang dialami masyarkat etnis, ehm, Pribumi diakibatkan karena di bangunnya apartemen, mall, perumahan mewah dan pabrik oleh para korporat yang mungkin menurutnya juga keparat. Ia begitu pandai membuka keran simpati kami bahwa ada yang tidak beres pada sistem di kota itu. Ada yang dizolimi secara terang-terangan namun malah diam. Ia mengkritisi C*put*a dan Si*** M** yang memonopoli perekonomian kota bermaskot buaya itu dengan seenaknya mencaplok tanah warga asli padahal dibeli pakai daun (uang asli). Lucunya adalah si dosmud sendiri sebetulnya orang Mataraman tapi tak apalah toh ia juga sudah beberapa tahun bekerja di Surabaya.

Intinya aku bisa menangkap maksud dosen muda itu. Ia membuat cerita dengan situasi; Cina untung Pribumi buntung. Aku paham betul bahwa dalam sastra keberpihakan itu memang perlu demikian juga aku menganggap dosenku ini sudah benar dalam pengaplikasian sastra. Tapi ia lupa bahwa hanya dengan berkata bahwa "ada yang salah" tak akan mengubah apa-apa kecuali dengan tindakan yang nyata. Dengan menyalahkan etnis Tiongkok padahal mereka juga WNI (bayar pajak pula) tidak akan serta merta membuat pedagang pentol kaki lima itu tiba-tiba punya stand di Ro**l Pl***, rumah di C**r*l***, atau mobil Mi** C****r. Ajaib banget! Kalau gitu besok aku teriak-teriak SARA aja gak usah kerja supaya jadi kaya. Tidak, tidak pernah dan tak akan terjadi seperti itu, cuk. Dengan mengatai S*ng*e* taek asu tak akan membuat tukang tambal ban tiba-tiba jadi dealer sepeda motor hon**. No, itu ngimpi, mereka basically, pribumi, bekerja sesuai dengan kapasitas mereka dalam menghasilkan uang. Sehari dapat 20.000 kalau mereka, si kaum proletariat ini bahagia ya mereka tak akan merasa ditindas. Sebaliknya kalau gaji sejuta seminggu tapi gak pandai memenej daun (duit asli) ya rasa-rasanya pasti seperti semangat ikutan demo.

Etnis yang Anda maksud pribumi sesunguhnya hanya mereka yang kebetulan dijajah meterial maupun mental oleh Kumpeni rasis Naudzubillah itu. Pribumi cuma belum mengenal konsep investasi dan bisnis itu saja sebetulnya masalahnya. Mereka, pribumi, well pada dasarnya saya juga sih, dididik bahwa tidak ada cara cepat menjadi kaya kecuali bekerja dan menabung. Padahal faktanya bekerja pada perusahaan tak akan menjadikan Anda kaya raya, lihatlah daftar orang terkaya di dunia! Bill Gates misalnya, apakah dia bekerja pada perusahaan? Nope dia membuat perusahaan dan sekarang apa kerjaannya? Cuma keliling dunia buat ternak nyamuk, menabung juga tidak akan membuat Anda kaya sebab inflasi pasti membunuh nilai mata uang Anda dari waktu ke waktu. Anda dan saya sama-sama mendapatkan didikan mentalitas jadi kacung itu sejak kecil. Maka tanyakan cita-cita ke bocah kecil hasil didikan pribumi maka semua akan menjawab serempak jadi polisi. Kita tidak dididik apa itu investasi, apa itu bisnis, apa itu monetisasi aset dan lain-lain. Yang kita tahu adalah sekolah yang pinter biar bisa gampang dapet kerja. Terus karena mentalitas yang salah dari awal kakek buyut tersebut, kita dengan gobloknya berteriak bahwa
"Kesialan kita ini gara-gara CINAAA!",
"Woo Singkek!",
"Lah singkek hoki pake fengsui, duitnya gak halal!", dan lain-lain. Pada dasarnya, kesialan Anda datang dari pikiran Anda sendiri.

Alam semesta cukup adil pada manusia seperti kita. Bermimpilah maka suatu saat akan terjadi. Setidaknya kalau bermimpi Anda bisa tahu rasanya berimajinasi naik private Jet, toh geratis pula. Pernah dengar ungkapan "Dimana ada matahari terbit, di situ pasti ada Orang Cina"? Yap, ungkapan ini saya dapat setelah menonton film Jacky Chan yang judulnya saya lupa. Ternyata memang benar adanya di belahan dunia manapun etnis Cina mendominasi perekoniman baik mikro pun makro. Ya mungkin karena negara mereka sudah sumpek dengan milyaran manusia maka mereka mencari peluang bisnis dengan merantau ke negeri orang. Kalau Anda muslim Anda pasti ingat kutipan "Carilah ilmu walau sampai Cina"? Ya, bangsa Cina memang punya sejarah peradaban yang maju dari dulu. Wong pas perang Mongol saja sudah bisa bikin tembok super panjang yang kata-katanya bisa terlihat jelas dari luar angkasa kok.

By the definition, kita, pribumi sudah kalah jauh tertinggal, harusnya dimana-mana itu kalau mau pinter ya kita belajar sama ahlinya biar bisa ketularan pinternya. Bukannya menjudge negatif mereka yang memang pinter dengan berharap suatu saat Anda bisa sesukses mereka. Menjudge memang mudah itulah sebabnya setiap orang melakukannya. Dari pada menjudge kenapa kita tak belajar saja dari mereka? Kita tiru mentalitas apa saja yang mereka punya, berteman dengan mereka, jadi aliansi mereka, berpikir seperti mereka. Kita hidup di negara bebes semi liberal, bung dimana ide-ide Anda dan saya bisa diwujudkan dengan bantuan MODAL DENGKUL. Anda bisa jadi kaya kalau Anda miskin. Anda bisa jadi lebih kaya kalau Anda sudah kaya. Masalahnya satu mau tidak Anda dan saya ini belajar dari si Cina bukannya malah cemburu dengan kesuksesan mereka? Mau tidak Anda dan saya belajar mengkapitalisasi usaha gorengan kaki lima kita supaya jadi gorengan terlezat sedunia? Mau tidak Anda dan saya berspekulasi dengan melakukan kredit besar untuk ide brilian yang ada di kepala kita? Kalau saya sih mau banget, udah bosan miskin, cuy. Anda?

No comments:

Post a Comment