Friday, November 24, 2017

Mancing Perkara

Pagi itu Rizky keponakanku yang masih smp datang ke rumahku dengan membawa peralatan pancing lengkap. Ia mengajakku mancing di waduk yang jaraknya lumayan jauh. Awalnya aku menolak ajakkan Rizky karena memang pagi itu aku sedang malas-malasnya dan lebih memilih nonton doraemon.
"Ayo to, mas-mas!" Ia memohon.
Aku hanya terdiam dan melihatnya dengan tatapan underestimate khas seorang pemuda 22 tahun pada anak smp kecil yang paling-paling belum berjembut.
"Cacinge?" Tanyaku.
"Wes, ini lo!" Jawabnya sambil mengulurkan gelas aqua plastik yang dipenuhi gumpalan cacing tanah tepat di depan mukaku.
"Heh, jangan, Riz nanti kotor!"
"Gak ngurus! Sing penting ayo mancing!"
"Bentar tunggu doraemon selesai!"
"Alah-alaah.. Wes gede tapi masih nonton doraemon."
"Biar, dari pada kecil-kecil tapi nontone bokep! Haha"
"Tenan ya! Habis doraemon langsung berangkat! Kalau gak cacinge mau tak buang di lantai tak serak-serakin!" Kata Rizky dengan  nada mengancam.
Duh anak yang baru lulus SD kemarin berani-beraninya mengancam pamannya sendiri yang sudah mahir makan asam garam kehidupan fana?
"Serak-serakin aja tak bilangin bu dhe!" Aku juga mengancam.
"Ayo to mas mas!" Katanya kembali memelas.
"Ayo kemana?" Tanyaku pura-pura lupa sengaja supaya ia tambah mangkel.
"Mancing to. Mesti lo!" Katanya dengan raut muka kecewa teramat sangat.
Karena melihat Rizky yang sudah bawa-bawa tas, pancing, ember keramba, dan cacing,layaknya pramuka yang mau camping, aku jadi tak tega juga. Padahal lusa kemarin aku cuma iseng bilang oklek padanya agar dia berhenti mengoceh soal mancing ikan di depanku. Aku tak menyangka bahwa ia begitu bersungguh-sungguh akan pergi mancing. Naluri kebapakan pun muncul. Lagi pula paman macam apa di dunia ini yang tega menolak permintaan keponakannya sendiri, paman sepertiku? Tidak, Riz! Aku pasti akan menyelesaikan nonton doraemon dulu baru kemudian sarapan.

"Lah, mau kemana to? Katanya habis doraemon berangkat mancing?" Katanya dengan nada kecewa dengan kaki yang di injak-injakkan di lantai setelah tahu aku ngacir ke dapur saat lagu ending doraemon diputar.
"Sarapan dulu, bos!" Jawabku singkat.
"Lah lah. Nanti tambah panas." Kata Rizky yang mungkin mulai hopeless.
Setelah membuat Rizky sesaat dalam ketidak pastian, akhirnya aku memutuskan untuk mengiyakan ajakan mancingnya. Lagi pula aku tak modal apa-apa, pancing disediakannya, air minum disediakannya, uang bensin disediakannya, cacing disediakannya, bahkan kemungkinan bila aku minta pelacur maka pasti disedia ah hiperbolik. Aku cukup modal dengkulku yang kopong. Mungkin kegiatanku di waduk cuma tiduran di gazebo, main angry birds sambil menunggunya berpanas-panasan mancing di tepian waduk. Sementara kalau dapat ikan toh aku minta juga pasti dikasih oleh Rizky. Aku mengeksploitasi keponakan sendiri? Tidak ini cuma cara mendidik anak agar manut sama orang tua.

Menurutku memancing di waduk di daerahku adalah kegiatan yang tak bermanfaat yang sering dilakukan pria selain masturbasi tentunya. Bagaimana tidak mudarat coba, Anda duduk berjam-jam di bawah terik matahari menunggu umpan Anda disambar ikan. Syukur-syukur kalau ada yang nyambar, kalau tidak? Badan jadi hitam terbakar matahari, badan bentol-bentol digigit nyamuk hutan, sementara ikan tak kujung didapat, belum lagi kalau senar nyangkut di batu karang di dasar waduk, ya mau gak mau kudu nyebur terus nyelam ke dasar waduh, basah kuyup? Udah pasti, atau kalau merasa kaya ya tinggal potong senar pasang timbel sama mata pancing baru. Jangan harap mancing di waduk di daerahku bisa seperti manc*** man** di tr*n** ya! Bisa strike sampai ngeden-ngeden karena disamber ikan gedhe adalah hil yang mustahal aka cuma rekaya tim kreatif di tv, namanya aja telLIEvision. Walaupun pernah di datangi tim manc*** man**, kenyataan mirisnya adalah tim manc*** man** sebelumya sudah membawa ikan sendiri dari rumah, Jadi mereka membuat delusi seolah-olah ikan gurame segedhe bantal itu merupakan spesies asli waduk daerahku padahal mereka beli kiloan di pasar ikan. Faktanya dari pertama kali aku mancing di waduk pas kelas 1 sd hingga aku berusia matang dan siap malalui proses pemijahan seperti sekarang ini tak pernah tuh sekalipun aku mancing sampe sebegitu ngedennya karena umpanku disambar gurame segedhe anakan kingkong? Satu-satunya hal yang membuatku ngeden saat mancing di waduk adalah karena kebelet berak pas lagi asyiknya mancing, karena hajat baik tak boleh ditunda maka aku berak saja di waduk dan membiarkan tinjaku mengambang layaknya kapal titanik beornamen kuning emas agak kecokelatan. Kubiarkan ia memengaruhi luasnya samudra perwadukan. Saat perilisan titanik taiku itupun aku tak ngeden-ngeden amat karena tiap pagi aku rutin minum Veget**. Namun yang membuatku sedikit khawatir adalah ada banyak sekali cethul-cethul (anakan ikan) yang menyunduli titanik taiku kesana kemari membuat pergerakan kapal kuning berbentuk silinder sepancang 25cm itu tidak stabil di atas permukaan air waduk. Simplifikasinya anakan ikan itu doyan sama taiku. Tai orang dimakan ikan, ikan yang makan tai orang dimakan orang, orang makan tainya sendiri. Sungguh hukum karma memang berlaku adanya.

Kembali ke momen dimana Rizky sedang mancing. Sudah sejam rupanya keponakan tercintaku itu berpanas-panasan di bawah teriknya matahari siang. Aku penasaran sudah berapa banyak ikan yang berhasil diperolehnya. Iseng-iseng aku menghampirinya dengan gelagat yang tentunya meremehkan. Nampak ia mulai terasa terganggu dengan kehadiranku yang tiba-tiba mematung. Ia pikir aku akan melontarkan kalimat hinaan padanya padahal memang demikian tujuanku. Hahaha.
"Dapet berapa?" Tanyaku bernada penuh underestimate.
"Itu." Jawabnya tanpa menoleh kearahku, ditunjuknya ember yang berisi enam ekor ikan nila seukuran telapak tangan bayi.
"Cuma ini to? La kok kecil-kecil semuanya? Lah gak pecus mancing kamu, Riz!" Tanyaku penuh justifikasi.
"Omong ae! Cerewet!" Katanya cuek namun aku tahu ia sebetulnya agak dongkol.
"Gak bakal dapet banyak, Riz we to. Ayo pulang!" Ajakku dengan maksud membuat mentalnya ciut.
"Gak mau!" Katanya kekeh.
"Yo udah. Aku minta airmu kalau gitu."
Ia tak menjawab permohonanku karena mungkin masih kesal, setiap ngomong selalu aku mentahkan, aku pun cukup mengambil botol Pooccari Sweat berisi air putih dan meminumnya.

Kalau dari segi ekonomi mancing jelas merugikan. Coba bayangkan kalau Anda kerja jadi kuli lepas saja di sawah setengah hari dibayar 50.000 dapat makan pagi dan cemilan siang pula. Duit 50.000 bisa anda belikan lele sekilo harga 20.000. Bayangkan jika Anda mancing di waduk, belum juga dapat ikan Anda akan dimintai uang 10.000 oleh penjaganya. Kalau untung ya syukur dapet beberapa ikan nila cebol yang demi Tuhan banyak sekali durinya itupun Anda mancing dari pagi sampe sore belum tentu dapet sekilo. Tapi gobloknya kenapa masih saja banyak anak-anak dan bapak-bapak mancing di area waduk. Untuk merasakan strike? Well strike apanya? Wong ikannya cuma nila segede telapak tangan balita kok. Jangankan strike, antara umpan disambar dan tidak saja tak ada bedanya, ya karena memang ikan sekecil itu tak sanggup membawa timbel kesana-kemari dengan mulut mungilnya. Setelah kutanya salah satu dari bapak-bapak paruh baya itu meereka mancing lebih karena hobi bukan hasil. Katanya buat rekreasi. Tak salah juga sih kalau tujuannya memang buat rekreasi asal tidak dijadikan pelarian karena malas bekerja saja. Ngomongin mancing sama halnya seperti kredit sepeda motor atau mobil, secara ekonomi jelas rugi karena ada bunganya dari pada beli tunai. Tapi toh banyak orang yang tak peduli dengan bunga yang penting bisa jalan-jalan dulu, uang masalah belakang. Rasa senang, itu dia jawabanya. Kenapa orang rela bayar mahal demi teket konser ColdPlay padahal dengerin di radio juga bisa gratis pula? Kenapa orang rela beli iPhone padahal harganya tak sesuai dompet mereka padahal mereka bisa beli android yang spesifikasinya lebih bagus dari iPhone dengan harga jauh lebih murah? Kenapa orang rela berpanas-panasan memancing seharian di waduk demi enam biji ikan nila padahal mereka bisa beli nila ukuran besar di pasar dengan cara yang lebih manusiawi aka tidak soro-soroan? Jawaban simple mungkin Anda juga sudah tahu.

No comments:

Post a Comment