Friday, November 24, 2017

Mari Bicara Apa Cinta itu Sesungguhnya!

Oleh: Henz

Beberapa tahun lalu aku pernah suka pada seorang gadis bernama Sara (bukan nama sebenarnya). Dia adalah temanku satu smp lalu kemudian berlanjut hingga sma. Kami belum pernah satu kelas tapi kami pernah satu regu saat kegiatan pramuka. Biarpun beda kelas tapi kami sesekali sering bertemu di kantin saat jam istirahat. Sara ini gadis supel, baik, cantik, dan dia kharismatik, anak pramuka sejati yang ikutan saka bayangkara juga. Ialah yang bisa membuatku berani bermimpi besar dengan menunjukan padaku bahwa;
"Kamu bisa, Budi! Kamu bisa jadi pengusa sukses. Aku yakin." Katanya saat membeli beberapa keripik singkong yang kujual di kelas.
Harap diingat! Perasaan sukaku pada Sara sangat beda dengan perasaan nafsu saat nonton film bokep. Aku tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata tapi yang jelas aku merasa ingin selalu dekat dengannya. Saat makan di kantin, aku sengaja memilih tempat duduk yang berdekatan dengannya atau saat bertemu Sara, dengan pedenya aku memberi senyuman tulus sepenuh hati yang kadang dibalasnya dengan ejekan juluran lidah sepersikian detik. Bahkan ada momen selama setengah tahun ia dekat dengan kakak kelas pun, aku masih tetap saja bahagia. Ketika bertemu dengan Sara yang sudah berpacar pun, tidak ada rasa sakit yang kurasakan. Iyalah? Aku siapanya? Melihatnya berboncengan mesra bersama Adi kakak tingkat yang modis dan ganteng (bukan nama asli) bagiku bukan persoalan besar. Kenapa harus sakit hati toh tiap kali aku ajak bercanda Sara masih saja bisa ketawa-ketawa mendengar cerita bodohku.

Aku memang tak bisa mengikatnya dengan status pacaran tapi aku bisa terus-terusan mendapatkan senyumnya sampai sekarang sampai detik ini setidaknya sampai tulisan ini dimuat. Toh aku masih lebih beruntung dari Adi karena setelah mengumbar kemesraan selama lima bulan mereka putus juga dan tak lagi saling sapa setelahnya.

Sebodoh-bodohnya Sara pasti tahu kalau aku mencintainya dengan tulus. Yah betul aku tulus tak mengharapkan apapun asal ada senyumannya sekali saja dalam sehari  bagiku efek bahagianya bisa berhari-hari. Aku juga tak pernah memasakkan diri sendiri agar aku bisa menarik perhatiannya. Aku cukup jadi diri sendiri tanpa ada rasa malu. Aku tak perlu pura-pura baik di depannya. Kalau aku sedang malas aku tak akan sudi mengantarnya ke gramedia walaupun ia memohon. Sebaliknya kalau aku sedang bergairah diajak apa aja aku hayo, seperti bulan lalu ia memintaku menemaninya berpanas-panasan ikut audisi Indones**** Id** di Surabaya.

Aku mencintainya dengan caraku sendiri yang sederhana, kadang terlihat begitu kecil, bahkan kadang tak terlihat, namun itulah ketulusan yang bisa kutawarkan. Jika ia mau suka ya silakan, jika gak suka ya gak apa-apa. Aku tak perlu membuat Sara selalu terkesan dengan jadi pria terbaik untuknya toh ia menginjinkanku untuk masuk ke dalam duniaku sendiri dimana tak ada yang perlu ditutup-tutupi. Justru kalau aku memaksa untuk mengejarnya dan mendapatkannya aku takut getaran cinta itu akan padam seperti mantan-mantannya yang sekarang bertransformasi jadi musuhnya. Aku hanya ingin menikmati cinta darinya itu saja.

Berkat Sara, tubuhku seperti dialiri oleh energi bahagia yang meluap-meluap. Aku jadi tak gampang sakit, pikiran selalu positif, aku memangkas kemustahilan menjadi posibikitas, akibatnya aku jadi super kreatif. Ada energi kebahagiaan dalam setiap hal yang aku lakukan. Energi itu memberikan aku inspirasi untuk terus bergerak maju. Beberapa lagu telah aku buat, puisi, essay, drama dan beberapa bisnis telah kukerjakan meski masih gagal karena musabab keterbatasan waktu dan kapital. Ini semua berkat Sara seorang.

Kalau aku butuh cintanya lagi karena kehabisan semangat sebab menjalani hari yang lelah selepas kuliah, aku cukup meneleponnya, kalau tidak diangkat tak apa apa, kalau aku whatapp atau line dan tak dibalas juga tak apa apa, kalau terlalu kangen aku tinggal mengajaknya jalan, kalau ditolak karena dia sibuk, tak apa, minggu depan coba lagi. Sesimple itulah arti kata "mencintai" bagiku. Aku tak berusaha sekalipun berjanji bahwa hubungan ini bisa berlanjut ke tahap yang menurut masyarakat "serius". Serius seperti apa ya? Padahal sesakral apapun ikatan juga tak menjamin cinta akan bertahan selamanya.

Aku sadar aku terjebak dalam dunia yang mereka bilang friendzone tapi apakah menjadi friend akan kehilangan cinta Sara? Nope dan aku rasa tidak. Aku tetap mendapat percikan cintanya ketika secara tak sengaja ia membenarkan rambutku yang acak-acakan, saat ia kubuat bingung ketika bertanya padaku beberapa materi bahasa inggris lewat voice note, atau saat ia menyentuh bahuku hanya untuk bilang bahwa Bayu pacarnya sekarang jahat dengan mata berkaca-kaca.

Aku puas menikmati momen kebersamaan kami saat itu juga, pada detik itu. Aku tidak merasa khawatir akan hari esok dengan bertanya-tanya masihkah Sara akan mencintaiku. Ini lah yang kumaksud cinta, aku tak merasa rugi sedikitpun ketika  ia hanya menganggapku sebagai temannya. Aku tak merasa pemberian hadiahku saat valentine dulu adalah pengorbanan, aku memberinya karena aku hanya sedang ingin memberinya. Aku rela mendengar curhatannya berjam-jam tentang banyak hal karena aku hanya sedang ingin mendengar suara paraunya, aku rela mentraktirnya maksakan jepang di restoran agak mahal karena aku kebetulan gajian dan ingin ke sana. Kalau aku sedang tak ingin, maka aku akan bilang tidak sekalipun Sara memaksa. Aku tahu batasan-batasan mencintai bagiku yang tak bisa kulewati seperti apa. Itulah definisi mencintai menurutku. Kebanyakan dari kita memberikan "CINTA" sesuatu yang sulit kita penuhi, akibatnya bila "CINTA" tak membalasnya dengan "CINTA", kita sedih, kecewa, marah karena merasa sudah banyak berkorban. Saya tanya apakah kalau Anda menunjukkan emosi negatif seperti marah, sedih, kecewa itu Anda sedang jatuh cinta? Anda sendiri yang jawab. But yang saya tahu adalah fakta bahwa; I LOVE YOU SARA.

No comments:

Post a Comment